KAMPUNG KASUR PASIR
Banyak orang menyebutnya kampung manusia pasir. Tapi menurutku ini agak kurang enak di telinga. Kesannya, orang yang tinggal di sana memiliki kelainan layaknya mutan di film-film superhero. Aku lebih suka menyebutnya kampung kasur pasir, persis seperti yang dituliskan di tugu selamat datang di depan jalan masuk ke kampung kesayangan mereka.
Kampung ini sebenarnya bernama Desa Legung di Sumenep, Madura. Sekilas, kampung ini hanya seperti kampung pesisir biasa. Pasir lautnya terhampar jauh hingga masuk ke pemukiman warga. Namun, jika kita mencoba berdiam lebih lama di sini, kita akan mendapati para warga tidur-tiduran di bak pasir halaman rumahnya pada sore hari.
Dingin. Itulah yang menjadi alasan kenapa para warga sangat suka tidur di pasir. Saat matahari sudah tak begitu terik, pasir berubah menjadi sejuk. Ini lah saat yang tepat untuk bercengkrama bersama keluarga dan tetangga, sejenak melupakan panasnya Pulau Madura yang menusuk.
Selain bak pasir yang ada di halaman, semua warga di sini memiliki kasur pasir di dalam rumah. Kasur pasir ini bisa berupa bak berisi pasir maupun tumpukan pasir yang diletakan begitu saja di lantai.
Mereka bukannya tak mampu membeli kasur kapuk atau spring bed. Beberapa warga yang cukup kaya memiliki kasur layaknya yang kita miliki di rumah. Tapi bagi mereka itu hanya "perhiasan", baru digunakan jika ada tamu yang menginap. Si pemilik rumah sendiri lebih suka tidur di pasir. Mereka percaya pasir di kampung mereka memiliki kandungan mineral yang baik untuk kesehatan. Beberapa penyakit yang dipercaya bisa disembuhkan dari tidur di pasir adalah panas, rematik, dan sakit kepala. "Kalau obat itu nggak makan. Pasir saja obat saya," kata salah seorang warga kepadaku.
Meski belum terbukti secara ilmiah adanya khasiat di pasir Desa Legung, aku akui pasir di sini memang istimewa. Meski tak berwarna putih, tapi pasir di sini luar biasa lembut. Pasir untuk tidur diambil dari pinggir pantai yang diayak terlebih dahulu untuk menghilangkan batu dan kotoran yang bisa membahayakan kulit. Jika dirasa sudah kotor, pasir ini akan diganti dengan yang baru.
Tak ada yang tahu kapan tradisi tidur di pasir ini mulai ada. Yang jelas, saat mereka lahir, mereka sudah lahir di atas pasir. Ya, bukan hanya tidur, melahirkan pun dilakukan di atas pasir. Para ibu di sini lebih suka melahirkan di atas pasir karena praktis. Darah sisa persalinan bisa langsung dibuang bersama pasir, tak perlu mencuci kain seperti jika melahirkan di kasur.
Praktik melahirkan di pasir ini sempat menuai protes dari petugas kesehatan setempat karena dikhawatirkan membahayakan bayi. Namun, perselisihan itu hilang begitu saja dan para ibu kembali melahirkan di atas pasir. Beruntung memang tak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada anak-anak yang lahir di atas pasir itu. Mereka tetap bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Salah seorang dukun beranak di sana malah mengatakan melahirkan di atas pasir lebih sehat.
Terlepas dari berbagai manfaat yang dipercaya warga, pasir sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang tak terpisahkan. Keunikan inillah yang memperkaya budaya Indonesia.
Jika sudah sampai di Sumenep, tak ada salahnya mencoba menginap barang sehari di Desa Legung untuk merasakan sensasi semalam tidur di atas pasir. Saat saya berkunjung ke sana bahkan ada seorang turis Malaysia yang sudah menumpang di rumah warga selama seminggu. Mungkin akan terjadi sedikit kendala bahasa karena warga Desa Legung kurang fasih berbahasa Indonesia. Tapi, warga asing saja bisa mengatasinya, kenapa kita tidak? ;)
Note:
Karena aku tidak banyak mengambil foto di sana, jadi silakan melihat suasana Desa Legung di link liputan berikut https://www.youtube.com/watch?v=ZcVyVkV0R2Y Oh iya, kalau ke sana jangan lupa makan ikan asap dan nasi yang dimasak dalam plastik. Walaupun agak ngaco, tapi bagiku mencicipi makanan lokal itu wajib hukumnya saat traveling, hahaha.
Kampung ini sebenarnya bernama Desa Legung di Sumenep, Madura. Sekilas, kampung ini hanya seperti kampung pesisir biasa. Pasir lautnya terhampar jauh hingga masuk ke pemukiman warga. Namun, jika kita mencoba berdiam lebih lama di sini, kita akan mendapati para warga tidur-tiduran di bak pasir halaman rumahnya pada sore hari.
Dingin. Itulah yang menjadi alasan kenapa para warga sangat suka tidur di pasir. Saat matahari sudah tak begitu terik, pasir berubah menjadi sejuk. Ini lah saat yang tepat untuk bercengkrama bersama keluarga dan tetangga, sejenak melupakan panasnya Pulau Madura yang menusuk.
Selain bak pasir yang ada di halaman, semua warga di sini memiliki kasur pasir di dalam rumah. Kasur pasir ini bisa berupa bak berisi pasir maupun tumpukan pasir yang diletakan begitu saja di lantai.
Mereka bukannya tak mampu membeli kasur kapuk atau spring bed. Beberapa warga yang cukup kaya memiliki kasur layaknya yang kita miliki di rumah. Tapi bagi mereka itu hanya "perhiasan", baru digunakan jika ada tamu yang menginap. Si pemilik rumah sendiri lebih suka tidur di pasir. Mereka percaya pasir di kampung mereka memiliki kandungan mineral yang baik untuk kesehatan. Beberapa penyakit yang dipercaya bisa disembuhkan dari tidur di pasir adalah panas, rematik, dan sakit kepala. "Kalau obat itu nggak makan. Pasir saja obat saya," kata salah seorang warga kepadaku.
Meski belum terbukti secara ilmiah adanya khasiat di pasir Desa Legung, aku akui pasir di sini memang istimewa. Meski tak berwarna putih, tapi pasir di sini luar biasa lembut. Pasir untuk tidur diambil dari pinggir pantai yang diayak terlebih dahulu untuk menghilangkan batu dan kotoran yang bisa membahayakan kulit. Jika dirasa sudah kotor, pasir ini akan diganti dengan yang baru.
Tak ada yang tahu kapan tradisi tidur di pasir ini mulai ada. Yang jelas, saat mereka lahir, mereka sudah lahir di atas pasir. Ya, bukan hanya tidur, melahirkan pun dilakukan di atas pasir. Para ibu di sini lebih suka melahirkan di atas pasir karena praktis. Darah sisa persalinan bisa langsung dibuang bersama pasir, tak perlu mencuci kain seperti jika melahirkan di kasur.
Praktik melahirkan di pasir ini sempat menuai protes dari petugas kesehatan setempat karena dikhawatirkan membahayakan bayi. Namun, perselisihan itu hilang begitu saja dan para ibu kembali melahirkan di atas pasir. Beruntung memang tak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada anak-anak yang lahir di atas pasir itu. Mereka tetap bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Salah seorang dukun beranak di sana malah mengatakan melahirkan di atas pasir lebih sehat.
Terlepas dari berbagai manfaat yang dipercaya warga, pasir sudah menjadi bagian dari hidup mereka yang tak terpisahkan. Keunikan inillah yang memperkaya budaya Indonesia.
Jika sudah sampai di Sumenep, tak ada salahnya mencoba menginap barang sehari di Desa Legung untuk merasakan sensasi semalam tidur di atas pasir. Saat saya berkunjung ke sana bahkan ada seorang turis Malaysia yang sudah menumpang di rumah warga selama seminggu. Mungkin akan terjadi sedikit kendala bahasa karena warga Desa Legung kurang fasih berbahasa Indonesia. Tapi, warga asing saja bisa mengatasinya, kenapa kita tidak? ;)
Note:
Karena aku tidak banyak mengambil foto di sana, jadi silakan melihat suasana Desa Legung di link liputan berikut https://www.youtube.com/watch?v=ZcVyVkV0R2Y Oh iya, kalau ke sana jangan lupa makan ikan asap dan nasi yang dimasak dalam plastik. Walaupun agak ngaco, tapi bagiku mencicipi makanan lokal itu wajib hukumnya saat traveling, hahaha.
Wah seru sekali bisa merasakan kampung kasur pasir di Madura.
BalasHapusSelamat dan semangat menjelajahi Indonesia selalu ya, kak! :)
Terima kasih ya kiriman semangatnya :D
Hapus