Kamis, 26 Januari 2017

PREMAN PUDURAYA DI PERJALANAN MENUJU PHUKET

Sebelum aku cerita segimana asiknya wisata ke Phuket, Thailand, aku akan jabarkan dulu bagaimana transportasi dari Malaysia ke sana. Ada sedikit pengalaman kurang menyenangkan juga yang mungkin kalian nggak akan ingin mengalaminya.

ADA PREMAN DI PUDURAYA
Transportasi dari Malaysia ke Phuket paling praktis adalah dengan naik bus malam dari Terminal Puduraya menuju Hat Yai, Thailand, sekitar 6 jam perjalanan. Kemudian perjalanan dari Hat Yai ke Phuket bisa menggunakan bus atau van sekitar 6 jam perjalanan juga.

Seperti biasa, di Malaysia ke mana-mana selalu naik kereta. Turun di Stasiun Masjid Jamek, kemudian tinggal berjalan sedikit ke Terminal Puduraya. Sebenarnya aku sudah merasa hawa-hawa nggak enak di sana, aku lihat sepertinya kawasan ini adalah kawasan kumuh di Malaysia. Letak terminal ada di dalam mall yang sudah tidak terurus. Kalau orang Bandung, mungkin bisa membayangkan mall itu seperti Plaza Palaguna sekarang, creepy creepy gimana gitu. Dan benar saja, waktu kami mencoba memasuki terminal, kami langsung menemukan hal menakutkan. Bukan, ini bukan hal ghaib, tapi sama angkernya. Banyak preman terminal yang memaksa kami membeli tiket bus!

Berhubung kami sudah riset bus yang direkomendasikan untuk pergi ke Hat Yai, tentu kami bersikeras untuk bisa naik bus tersebut. Namun, preman-preman itu menghalangi dan tetap memaksa kami membeli tiket bus mereka. Mereka bahkan tidak segan-segan melakukan kontak fisik seperti menyeret lengan. Dan yang paling bikin hati ciut, salah satu di antara mereka berkata, "Kalau tidak beli tiket bus kami, jangan harap bisa naik bus yang lain!" Mendengar hal itu, kami memutuskan untuk mundur dulu. Kami mencari restaurant yang ramai di sana agar aman dan kami bisa berdiskusi menyusun strategi. Masih ada beberapa jam untuk mengejar bus terakhir saat itu.

Setelah makan malam sambil diskusi, kami pun melancarkan strategi kami. Aku dan temanku (yang perempuan juga) bertugas memancing preman-preman itu. Kami berdua mencoba memasuki terminal lagi, tapi belum sampai dekat pintu masuk, preman-preman itu sudah mencegat kami dan memang itu lah yang kami mau. Sambil takut-takut, kami adu mulut dengan preman-preman itu. Sementara itu pacarku (sekarang suamiku, hehe) menyelinap masuk terminal untuk membeli tiket saat preman-preman itu sibuk berhadapan dengan kami. Cukup lama aku dan temanku menunggu pacarku datang, sudah ada skenario-skenario tidak enak di dalam kepala kami. Untungnya hal itu tidak terjadi. Pacarku datang sambil mengacungkan tiga tiket pada preman-preman itu sambil berkata pada kami, "Ayo masuk, udah dapet tiketnya!" Saat itu kegantengannya bertambah 3x lipat di mataku. Aku bahkan berhalusinasi pacarku menggunakan jubah Superman (walau pun aku nggak suka Superman sih, tapi entah kenapa bayangan itu yang muncul, bukannya Iron Man, super hero favoritku xD) Stop berkhayalnya! Aku dan temanku langsung melewati preman-preman itu dengan muka songong. Terlihat sekali mereka kesal bukan main karena kecolongan, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kami sudah memiliki tiket.

Keseraman itu ternyata tidak selesai begitu kami berhasil memasuki terminal. Di dalam ternyata lebih banyak preman lagi. Aku lihat mereka berkomunikasi lewat Handy Talky (HT) dan aku tebak wanita berkerudung (tapi lengan bajunya pendek) yang berada beberapa meter di sampingku itu lah yang mengkoordinir preman-preman itu. Dia hanya duduk manis memerhatikan kondisi sekitar dan sesekali berbicara lewat HT. Setiap dia selesai berbicara, aku lihat beberapa preman berpindah tempat. Jadi aku simpulkan bahwa premanisme di Terminal Puduraya ini sudah bersistem.

Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum bus kami berangkat. Rasanya ingin cepat-cepat naik bus dan meninggalkan tempat ini, was-was sekali. Kami memutuskan untuk selalu pergi bertiga di dalam terminal, begitu pun jika ke toilet. Saat aku dan temanku ke toilet, pacarku menunggu di depan. Ia ngobrol dengan penjaga toilet yang ternyata juga orang Indonesia. Penjaga toilet itu cerita bahwa tidak ada aparat yang berani menyentuh preman-preman di sini, entah siapa yang melindungi mereka. Bahkan waktu itu ada seorang pemuda yang dipukuli di toilet itu, peristiwa itu berlalu begitu saja.

Aku merasa ada yang tidak beres. Sudah lewat jadwal pemberangkatan, tapi kami belum juga boleh naik ke dalam bus. Aku lihat preman-preman yang tadi menghalangi kami berkumpul di dekat bus yang seharusnya kami naiki sambil memerhatikan kami. Aku merasa akan terjadi sesuatu.

Setelah lama menunggu akhirnya kami dipersilakan naik ke bus. Lega sekali rasanya, tak lama kemudian aku pun tidur dengan nyenyak. saat aku sedang enak-enaknya mimpi, tiba-tiba pacarku membangunkanku. Saat itu bus yang kami tumpangi berhenti di jalan tol karena bannya bocor. Semua penumpang disuruh menunggu di luar sementara bus itu dibetulkan dan ada bus lain yang menuju ke sana untuk menjemput kami.

Di luar dingin dan gelap sekali. Untungnya penumpang bus cukup ramai, jadi aku tak begitu takut. Aku hanya berpikir apa mungkin ini ulah preman-preman yang menghalangi kami tadi? Karena demdam, bisa saja kan mereka mengerjai bus yang kami tumpangi. Atau kami hanya lagi apes saja? Entah lah, yang penting bus pengganti sudah tiba dan kami bisa melanjutkan perjalanan ke Hat Yai.

***Note: Aku pernah bilang di tulisan sebelumnya untuk urusan transportasi sebaiknya dibeli dadakan saja, karena bisa jadi ada perubahan di perjalanan. Tapi untuk yang satu ini pengecualian. Sebaiknya kita sudah punya tiket sebelum masuk ke Terminal Puduraya, karena preman-preman itu tidak akan mengganggu kita jika kita sudah punya tiket. Tiket bus bisa dibeli secara online di www.kbes.com.my. Saat aku cek lagi, mulai 1 November 2015 semua pelayanan bus dari Puduraya sudah dipindahkan ke TBS di Bandar Tasik Selatan. Semoga kondisi di sana jauh lebih baik.

HAT YAI-PHUKET
Seharusnya kami sudah tiba di Hat Yai sejak pagi dan bisa berjalan-jalan sebentar. Namun, karena berbagai insiden yang kami alami, kami baru sampai di sana jelang makan siang. Kami pun segera bertanya pada warga sekitar di mana kami bisa menemukan bus ke Phuket, seseorang menunjukan arahnya. Tidak jauh, tapi harus naik kendaraan. Mereka memberikan alternatif lain, di lokasi dekat bus menurunkan kami banyak travel dengan mobil van ke Phuket. Harganya memang sedikit lebih tinggi, tapi kami bisa lebih cepat sampai. Kami segera mengecek harga van, ternyata tidak jauh beda dengan harga bus yang sudah kami riset sebelumnya. Kami pun sepakat untuk naik van saja.

Masih ada waktu kurang dari satu jam sebelum pemberangkatan tercepat. Kami pun curi-curi waktu untuk mengisi perut di dekat sana. Karena tidak bisa berkeliling terlalu jauh, aku tidak punya rekomendasi tempat makan yang enak. Tempat makan yang kami datangi fail! Sebetulnya dari penampakan tempatnya saja sudah tidak meyakinkan, tapi kami tidak punya banyak pilihan. Daripada menahan lapar sepanjang perjalanan kan.

Sebelum hari gelap, kami sudah tiba di Phuket. Ternyata benar, perjalanan dengan van lebih cepat.

Untuk menuju hostel, kami naik tuk tuk, kendaraan tradisional khas Thailand. Tapi yang berukuran besar, bukan yang kecil, kira-kira muat 10 orang. Sistem pembayarannya seperti mobil carter, jadi makin banyak peserta makin murah. Waktu itu kami patungan dengan beberapa bule dari Rusia dan seorang bule dari Jerman yang sulit sekali untukku menyebutkan namanya karena dia menyebutkannya seperti hendak meludah. Dia sampai membebaskanku untuk menyebutnya apa saja karena aku selalu salah. Aku panggil saja "Gheiv" walau pun itu pasti tidak tepat juga. 

Sedikit cerita tentang Gheiv, dia sudah keliling Indonesia, mungkin kecuali Indonesia bagian timur karena dia tidak menceritakan tentang Papua maupun Maluku. Aku jadi malu sekali sebagai orang Indonesia tidak bisa merespon cerita-ceritanya karena saat itu aku memang belum pernah traveling kemana-mana (maklum, mahasiswa kere, wkwk). Bahasa Inggris Gheiv bagus sekali, logatnya mudah untuk diikuti. Ini mematahkan persepsiku sebelumnya tentang bule Jerman Bahasa Inggrisnya payah, karena saat di Singapura kami bertemu seorang bule Jerman yang bahkan tidak bisa mengoperasikan mesin tiket MRT. Akhirnya pacarku yang memesankannya tiket. Karena searah mereka banyak ngobrol, sementara aku tidak mengerti sama sekali apa yang dikatakan bule Jerman itu (jadi yang salah si bule Jerman atau aku ya?).

Sayang Gheiv tidak menginap di hostel yang sama dengan kami. Kami menginap di Win Backpacker Hostel, sementara kami tidak mengetahui Gheiv dan bule-bule Rusia itu menginap di mana karena kami turun pertama. Aku tidak bisa cerita tentang bule-bule Rusia itu karena mereka kurang ramah. Mungkin karena mereka pergi berkelompok, jadi mereka merasa tidak perlu banyak bicara dengan orang lain.

Salah satu foto di Phuket Town
JALAN-JALAN MALAM DI PHUKET TOWN
Setelah check in dan mandi, kami jalan-jalan ke luar untuk cari makan. Sekilas kota ini sangat damai. Di malam hari tak banyak kendaraan berseliweran. Setelah beberapa lama berkeliling, kami menemukan satu restoran halal yang menjual makanan India. Sayangnya, harganya agak mahal. Tapi ini lah satu-satunya restoran halal yang kami temui di perjalanan. Aku ingat kami memesan satu porsi ikan tuna tikka masala seharga Rp 75.000,- kalau dirupiahkan dan dua buah roti naan (aku lupa harganya) untuk bertiga. Rasanya enaaakkk sekali. Tentu tidak kenyang dan kurang puas karena porsinya tidak besar. Tapi kami harus berhemat karena perjalanan masih panjang, hix.

Me and my super hero :p
PESTA MURAH MERIAH DI ATAS KAPAL
Sebelum pergi tidur, aku lihat di hostel tempatku menginap menawarkan paket wisata ke Phi Phi Island, sudah termasuk antar-jemput hostel-Phuket Pier serta penyeberangan bolak-balik Phuket Pier-Phi Phi Island, plus alat snorkeling dan makan siang. Harganya waktu itu kalau dirupiahkan hanya sekitar Rp 200.000,-, murah kan? Langsung saja kami ambil paketnya.

Penjaga hostel juga menawarkan kami tiket bus ke Bangkok beserta pengantaran ke terminal. Sebenarnya harganya cukup jauh kalau dibandingkan dengan beli tiket bus sendiri, tapi waktu itu kami sedang manja dan tidak mau ambil resiko ketinggalan bus, jadi kami ambil saja sekalian. Lagi pula kalau ke terminal sendiri, kami harus naik tuk tuk dan supir tuk tuk Thailand terkenal suka mematok harga yang tinggi untuk turis. Jika tidak bisa menawar, bisa-bisa kami malah keluar uang lebih banyak.

Background: Bule-bule berjemur
Esok paginya setelah menyantap sarapan yang disediakan hostel lebih cepat, kami dijemput sebuah mobil van yang telah berisi wisatawan dari hostel-hostel lain yang juga ingin pergi ke Phuket. Sesampainya di pelabuhan, kami langsung dipersilakan naik kapal. Ini benar-benar di luar ekspektasiku. Di atas kapal, ternyata kami tidak hanya sekadar menyeberang. Ada aneka suguhan kue dan buah serta soft drink yang bisa kami ambil sesuka hati. Belum lagi musik yang diputarkan. Orang-orang menyanyi dan menari, seperti ada pesta di atas kapal. Waktu itu lagu yang diputarkan adalah Wake Me Up dari Avicii. Itu kali pertama aku mendengarkan lagu itu dan langsung sukak (pake k). Sampai sekarang kalau mendengar lagu itu, aku seperti kembali ke Thailand. Sebagian lainnya memilih untuk berjemur di geladak. Anak memakaikan sun block pada ibunya dan sebaliknya, ada juga sih pemandangan yang "gitu deh" tapi masih dalam batas kewajaran untuk ukuran bule kok. Pokoknya asik deh! Hanya satu yang kurang, aku merasa awak kapalnya lebih ramah dengan bule. Bukan kami merasa diperlakukan tidak ramah sih, hanya kelihatannya mereka lebih ramah lagi pada turis-turis dari barat.

Snorkeling style B))
Next, sebelum merapat ke Phi Phi Island, kapal kami berhenti di Maya Bay. Yup, Maya Bay ini juga salah satu destinasi wisata wajib jika berkunjung ke Phuket karena menjadi bagian dari Phi Phi Island yang dijadikan lokasi syuting film The Beach-nya Leonardo DiCaprio. Di sini kami dipersilakan untuk snorkeling, semua alatnya sudah tersedia. Berhubung itu pengalaman snorkeling pertamaku, aku merasa super excited dan beranggapan bawah laut Maya Bay sangat bagus! Tapi setelah aku punya pengalaman snorkeling di beberapa tempat di Indonesia, ternyata pemandangan bawah laut Maya Bay tidak ada apa-apanya, hahaha #songong. Tapi tetap saja, tidak ada yang bisa menggantikan serunya pengalaman pertama.

Santai di geladak setelah snorkeling
Sudah cantik habis mandi, siap balik ke Phuket :3
Setelah snorkeling, kapal kami melanjutkan perjalanan ke Phi Phi Island. Di sana kita bisa mandi dan makan sepuasnya di restaurant yang telah ditentukan. Kita juga bisa belanja souvenir di sekitar pulau asalkan kembali ke kapal tepat waktu. Oh iya, ketika memasuki Phi Phi Island, kita akan ditarik pajak lingkungan. Aku lupa berapa, tapi jangan khawatir, murah kok.

Setelah semua peserta naik ke kapal, kapal kembali ke Phuket Pier. Di sana mobil jemputan kami ke hostel sudah menunggu.

Sesampainya di hostel, kami hanya memiliki waktu sebentar sekadar untuk ganti baju. Kemudian mobil jemputan lain tiba untuk mengantar kami ke terminal. Mobil kali ini bagus sekali, sedan yang cukup mewah hanya untuk mengantar kami bertiga. Heemm, jangan-jangan harga yang kami bayarkan terlalu mahal? Ah sudah lah, yang penting masih masuk budget. Di tengah perjalanan, mobil berhenti di sebuah mini market. Supir mempersilakan kami membeli makanan instan untuk makan malam dan persediaan air minum. Sesampainya di terminal, seorang wanita menghampiri kami dan memberikan tiket. Ia juga mengantar kami sampai ke depan bus, memastikan kami tidak salah naik. Tak begitu lama kemudian bus berangkat. Perjalanan Phuket-Bangkok berjalan sangat lancar. Empat jempol untuk pengelolaan wisata di Phuket!

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar